Filosofi Kopi The Movie : Pahit Manisnya Secangkir Kopi
sumber : lufiandi.com |
Film indonesia yang paling baru saya tonton, tepatnya tanggal
27 April 2015 yang lalu. Sudah lama sebenarnya punya niatan buat nonton film
ini, bahkan sebelum film ini rilis di bioskop. Sempet takut ga sempet nonton gara-gara
tugas yang bejibun. Alhamdulillah hari senin kemarin sempet nonton dan
kebetulan juga ada promo buy one get one ticket free, jadilah aku nggak jadi
nonton sendiri, dibarengi my partner in crime at college, Vini.
Film ini diadopsi dari novel karya Dewi “Dee” Lestari dengan
judul yang sama. Menceritakan tentang kisah dua orang sahabat, Ben dan Jodhi,
yang mati-matian mempertahankan sebuah kafe milik mereka. Kafe tersebut dinamai
“Filosofi Kopi”. Kafe ini memiliki keunikan tersendiri, karena setiap cangkir
kopi yang disuguhkan memiliki filosofinya masing-masing, yang tercetak dalam
selembar kartu kecil yang akan diberikan kepada pemesan kopi tersebut. Kafe
tersebut terancam bangkrut karena lilitan hutang yang besar warisan ayah Jodhi.
Jodhi, yang diperankan oleh Rio Dewanto, adalah seorang
sarjana ekonomi luar negeri. Dia pemilik modal sekaligus berperan sebagai manajer
keuangan di kafe tersebut. Ben, yang diperankan oleh Chicco Jerrico, adalah seorang
barista handal bersertifikat internasional yang bertugas meracik kopi di kafe
filosofi kopi. Mereka memiliki watak masing-masing yang berbeda. Jodhi seorang
yang selalu bersikap realistis, matrealistis dan hati-hati dalam mengambil keputusan,
terutama dalam masalah keuangan kafe, sehingga Ben menjulukinya “Paman Gober”
:p . Ben, seorang manusia keras kepala yang memiliki cara pikir yang aneh,
sehingga banyak orang tidak mengerti dengan dirinya.
Pemberani tingkat dewa
dalam mengambil keputusan, spontan, dan lebih santai pembawaannya daripada
Jodhi. Perbedaan kedua karakter inilah yang membuat konfliknya menjadi greget.
Disaat genting tagihan hutang mendekati deadline
pembayaran, Jodhi yang frustasi ingin mendapat pendapatan lebih dari
kafenya mencoba mendiskusikan ide-ide yang akan membuat kafenya semakin banyak
didatangi pengunjung dengan Ben, namun Ben menolak semua ide Jodhi, dan tetap ngeyel dengan idealismenya tentang
filosofi kopi. Kebuntuan untuk membayar hutang pun berlanjut.
Suatu malam, tiba-tiba datang seorang bapak-bapak dan
sekretarisnya mendatangi kafe filosofi kopi. Bapak-bapak tersebut ternyata
adalah seorang pengusaha besar yang sedang mengincar tender dari seorang
investor, dan investor tersebut merupakan seorang penggila kopi. Pengusaha
tersebut menawarkan pada Ben untuk meracik kopi terbaik di Jakarta dan akan
memberikan uang senilai 100 juta apabila Ben berhasil dan pengusaha tersebut juga
berhasil mendapatkan tender yang diincarnya. Tawaran tersebut sempat dianggap
bercanda dengan Ben, namun kemudian setelah berdiskusi dengan Jodhi, Ben
akhirnya menerima tawaran tersebut. Kejutannya, saat akhirnya menerima tawaran
tersebut dan menemui bapak-bapak pengusaha keesokan harinya, Ben meminta uang
yang ditawarkan ditambah nol-nya satu digit sehingga menjadi 1 milyar dan
apabila gagal, Ben dan Jodhi yang akan membayar 1 Milyar kepada pengusaha
tersebut. Permintaan mendadak Ben semakin membuat Jodhi frustasi dan
ketar-ketir. Konflik pun berlanjut.
Ben dan Jodhi pun berusaha keras untuk memenangkan “sayembara”
ini. Mereka datang ke sebuah acara lelang biji kopi yang dihadiri juga oleh El
(diperankan oleh Julie Estelle), seorang penulis buku tentang kopi di Indonesia
dan food blogger terkemuka. El
tertarik dengan tingkah Jodhi dan Ben dalam acara tersebut yang sering berbeda
pendapat dalam lelang. Namun disana, El
hanya bisa tertawa melihat mereka berdua. Malamnya, setelah mendapat biji-biji
kopi berkualitas terbaik dari acara lelang tersebut, Ben mulai meracik kopi
terbaik, dan diberi nama perfecto.
Suatu malam, untuk memperoleh data dalam penulisan bukunya,
El mendatangi filosofi kopi untuk bertanya-tanya tentang kafe filosofi kopi.
Jodhi, yang tertarik dengan El saat bertemu di acara lelang, bermaksud untuk
menarik perhatian El dengan menyuguhkan perfecto
sekaligus meminta pendapat El mengenai kopi terbaik tersebut. Jawaban El diluar
ekspektasi Ben dan Jodhi. Ternyata El pernah merasakan kopi yang lebih enak di
daerah Ijen, dan kopi tersebut bernama kopi Tiwus. Jodhi yang sejak awal takut
kalah, semakin frustasi.
Jodhi mengajak Ben untuk mencari kopi tiwus, namun Ben
menolak karena menganggap kopi perfecto-lah yang terbaik dibandingkan kopi
tiwus yang diracik secara tradisional oleh petani biasa. Watak Ben yang keras
kepala dan tekanan yang semakin berat membuat Jodhi berniat menyerah dengan
menjual kafe filosofi kopi. Namun akhirnya, melihat kenyataan dan kondisi
filosofi kopi yang harus menghidupi 5 karyawan, apalagi ada juga yang terkena
musibah, membuat Ben bersedia untuk mencari kopi tiwus bersama Jodhi dan El.
Pada perjalanan inilah, terkuak masa lalu Ben yang pahit dan
traumatik yang dideritanya saat kecil, berhubungan dengan keluarganya. Emosi
penonton memuncak di bagian ini. Kopi tiwus sendiri dihasilkan oleh petani
kecil bernama Pak Seno (diperankan oleh Slamet Rahardjo) dan istrinya
(diperankanoleh Jajang C. Noer). Dalam perjalanan yang menguras emosi tersebut,
terungkap kesamaan cerita hidup diantara mereka berlima yaitu tentang kehilangan
seseorang yang mereka sayangi, dengan versi masing-masing. Pada perjalanan ini
juga emosi Ben dan Jodhi memuncak sehingga terjadi pertengkaran hebat diantara
mereka. Keegoisan Ben semakin muncul, namun akhirnya berhasil diredam oleh El.
Pada akhirnya Ben menggunakan kopi tiwus untuk diracik dalam sayembara
tersebut.
Cerita berakhir bahagia dengan dimenangkannya sayembara yang
berhadiah 1 milyar. Namun cerita belum berakhir karena Ben memutuskan untuk
berhenti meracik kopi dan kembali pulang ke keluarganya yang asli, bersama ayah
kandungnya di lampung. Jodhi merasa kehilangan sehingga mengajak Ban kembali ke
Jakarta. Akhirnya berkat nasihat ayahnya, Ben pun kembali bersama filosofi kopi
dan hey, dia mendekati El!! Saya shock awalnya, harusnya El sama Jodhi aja *eh*
Diperankan oleh aktor dan aktris yang memiliki jam terbang
tinggi, membuat film ini sebagai salah satu yang berkualitas. Cerita pahit
manisnya kehidupan seperti secangkir kopi yang menyentuh dan sarat makna juga
membuat saya jatuh cinta dengan film ini, meskipun belum baca bukunya langsung
:D . Mungkin minggu-minggu ini filmnya udah mau lengser dari bioskop. . Buat
para pecinta kopi seluruh Indonesia baik kopi tubruk, kopi 3 in 1 atau kopi
yang lainnya, kalau filmnya masih ada dan ada kesempatan nonton di bioskop
deket kalian, film ini recommended bingits. Bangga sama film nasional! J
Komentar
Posting Komentar