Enam. Dua Belas

Selasa, Enam Desember Dua Ribu Enam Belas

Mendung menyelimuti sepanjang perjalanan dari Probolinggo menuju Surabaya. Sepanjang perjalanan terasa sendu. Aku mengabari seseorang yang ada disana. Seseorang yang memenuhi isi otakku belakangan ini.

"Masih di tol prince, 15 menit lg kayanya" 10.32

Satu menit kemudian

"Qiqii udh di tempat biasanya kok :) " 10.33

Tak biasanya, tol menuju terminal purabaya menjadi macet, padat kendaraan. Aku kembali memberi pesan

"wkwk iya prince sabaro ya :p " 10.34

" wkwkwkwk aku sabar terus o princess, pipit naik bis namanya apa?" 10.40

" bis akas nr prince" " dua menit lg sampe" 10.42

Dia sempat membalas namun aku sudah tidak melihat tab lagi. Saat memasuki pintu masuk terminal purabaya, dan saat memasuki tempat pemberhentian bus, aku menengok ke luar jendela, mencari seseorang yang sudah menungguku di tempat biasanya. Tempat yang sama-sama kami kenal. Depan pos ojek terminal purabaya :) Terlihat dari kejauhan, dia sudah menunggu di atas sepeda motor astrea, sambil mengutak-atik ponselnya. Aku turun dari bus, kemudian berjalan mendekat ke arahnya. Dia menoleh. Aku tersenyum kemudian menyapanya.

" Bang, anterin dong bang"

" Iya, udah login belom?"

Kami kemudian tertawa bersama. Dia memberikanku helm putih sedangkan dia menggunakan helm hitam. Helm klasik :). Kami melanjutkan perjalanan dengan sepeda motor. Sepanjang perjalanan aku memegang erat jaketnya (setelah sebelumnya izin dulu). Kami bercanda, membuat lelucon, tertawa bersama. Perjalanan pertama dimulai dari mengambil cetakan foto di tempat percetakan. Jaraknya cukup jauh dari terminal. Selama perjalanan kami mengisinya dengan obrolan tidak penting ala kami. Setelah selesai, kami melanjutkan perjalanan menuju tujuan pertama kami yaitu menghadiri job fair. Mengisi kupon, kemudian memasuki venue, merapikan surat lamaran, memutari stand-stand perusahaan, memasukkan lamaran, bertanya, yaaa seperti para job seeker lainnya. Beberapa kali kami melamar pada perusahaan yang sama. Kami akhirnya pergi dari jobfair jam 14.00 lebih.

Kami bergegas menuju royal plaza. Setelah sholat, kami pergi mencari foodcourt dan makan bersama. Pilihan kami jatuh pada nasi goreng dan es teh. Dia menyuapiku pada suapan pertama. Kami berbincang banyak saat itu. Aku juga menyuapi dia beberapa suapan. Saat itu terasa manis. Manis sekali. Aku melihat sekeliling, mencari satu booth es krim yang aku inginkan tapi tidak juga ketemu. Kami kemudian pergi mencari bioskop yang juga terletak di lantai teratas. Setelah ketemu, kami membeli 2 tiket nonton untuk jam 16.45. Sebelum menuju jam 16.45, kami pun berkeliling mal. Kami sempat selfie di lorong panjang yang memiliki kaca besar. Dari kaca tersebut, kami bisa melihat padatnya kota Surabaya yang dihiasi beberapa gedung tinggi. Kami juga sempat membeli gelang yang sama. Kami bergandengan tangan. Sampai pada saatnya jam 16.30 kami memutuskan untuk masuk studio 2. Aku meminjam ponselnya dan merekam moment berdua kami beberapa detik. Film pun dimulai. Sepanjang film, aku tidak fokus dengan filmnya, malah fokus ke kegantengannya Deva Mahenra. Aku memegang tangannya, bersandar di pundaknya. Terasa nyaman sekali. Kami juga kadang berbincang tentang jalan cerita film tersebut.

Pada akhir film, kami tidak langsung bergegas pergi. Aku tetap memegang tangannya. Saat itu dia mengatakan " Saranghae, aku sayang kamu. Pacaran yuk, mau nggak?". Seketika aku menoleh padanya. Jarak kami sangat dekat. Aku bertanya "serius?". Dia mengangguk sambil menutup matanya. Aku juga mengangguk dan mengatakan "ayuk" sambil tersenyum. Seketika tangannya menjadi kaku, dia tegang. Kami bergulat dengan detak jantung masing-masing yang memburu kami. Saat berjalan pulang, dia menggandeng tanganku, seolah tidak ingin lepas. Dia kemudian sholat lalu kami menuju ke terminal. Sepanjang perjalanan aku beberapa kali memeluk dia dari belakang. Euforia cinta melandaku.

Enam Desember Dua Ribu Enam Belas berakhir bahagia bersama dia, RSS. :)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

len-jelenan ke bali jegeg

Just a reminder :)

Inspirasi Perjuangan dari seorang Karmaka Surjaudaja